Salah satu dari berjenis-jenis cerita yang di ambil sebagai lakon dalam
teater-teater daerah adalah cerita Ramayana. Cerita ini mengisahkan peperangan
antara Rama, Raja Ayodya melawan Rahwana, Raja Alengka. Demikian terkenalnya
cerita Ramayana ini di Indonesia, sehingga mendorong hati para pujangga dan
seniman untuk mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya seni (Bandem,
Murgiyanto, 1996 : 34). Bentuk karya seni pertunjukan tradisional Bali yang
tetap eksis mengetengahkan epos Ramayana dalam penyajiannya adalah Wayang Wong.
Wayang Wong adalah nama sebuah drama tari yang terdapat dibeberapa daerah
di Indonesia. Di Bali, Wayang Wong merupakan drama tari bertopeng yang
menggunakan dialog Bahasa Kawi yang selalu menampilkan wiracarita Ramayana
(Soedarsono , 2002 : 140).
Di Bali ada dua jenis Wayang Wong yaitu Wayang Wong Parwa dan Wayang Wong
Ramayana. Perbedaannya terletak terutama pada dua hal yaitu Wayang Wong Parwa
mengambil lakon dari wiracarita Mahabharata, sedangkan Wayang Wong Ramayana
mengambil lakon dari wiracarita Ramayana. Semua pelaku (pemegang peran) dalam
Wayang Wong Parwa (kecuali panakawan-panakawan) tidak memakai tapel, sedangkan
Wayang Wong Ramayana sebalik-nya semua memakai tapel. Dalam perkembangan
selanjutnya yang dimaksud Wayang Wong di Bali adalah Wayang Wong Ramayana
tersebut dan Wayang Wong Parwa disebut Parwa saja (Bandem, 1983 : 147).
Munculnya drama tari Wayang Wong di Bali diperkirakan pada abad XVI
(1460-1550) pada jaman Kerajaan Gelgel (Klungkung), yaitu ketika kehidupan
kesenian Bali mengalami puncak kejayaannya pada jaman pemerintahan Dalem Watu
Renggong (dalam Budi Artha, 2004: 1).
Untuk di desa batuan sendiri mengangkat lakon cerita Wayang Wong Ramayana. Kekhasan Wayang wong batuan terletak pada
pakem-pakem gerakan penari wayang wong itu sendiri. Dalam pergelaran tari
Wayang Wong ini, penari melakoni sifat-sifat dan karakter wayangnya dengan
menggunakan topeng sesuai tokoh wayang yang diperankan. Selain itu dalam
pertunjukan ini menggunakan bahasa kawi.
Wayang wong secara tiarfiah diterjemahkan sebagai
bayangan laki-laki, dan gerakan para penari dalam banyak hal meniru animasi
dendeng dari wayang kulit.
Sampai saat ini keberadaan wayang wong masih
terlaksana pada sembilan belas pura desa termasuk Desa Batuan.
0 Comments